DENWATSER SRIKANDI NU BANYUASIN

https://gpansorbanyuasin.blogspot.com/2018/09/lewati-api-sejumlah-wanita-denwatser.html

DENWATSER NU BANYUASIN IKUT SUSBALAN OKI

https://gpansorbanyuasin.blogspot.com/2018/03/lewati-api-sejumlah-wanita-denwatser.html

TASYAKURAN HARLAH 83 GP ANSOR

https://gpansorbanyuasin.blogspot.com/2017/05/video-gp-ansor-siap-lawan-kelompok.html

1000 Anggota GP Ansor Magang di Jepang

https://gpansorbanyuasin.blogspot.com/2017/05/1000-anggota-gp-ansor-magang-di-jepang.html

GP Ansor Kenalkan Islam Nusantara 25 Negara

https://gpansorbanyuasin.blogspot.com/2017/05/gp-ansor-kenalkan-islam-nusantara-ke-23.html

Senin, 22 Mei 2017

Inilah Susunan Pengurus Ansor Pusat 2015-2020


Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor (PP-GP Ansor) Masa Khidmat 2015-2020

DEWAN PENASEHAT

KETUA                        : Dr. KH. AS’AD SAID ALI
WAKIL KETUA          : Prof. Dr. M. NASIR
WAKIL KETUA          : SRI SULTAN HAMENGKUBOWONO X
SEKRETARIS              : FAHMI AKBAR IDRIS
ANGGOTA                  : H. SAIFULLAH YUSUF
                                        ENDIN A.J. SOEFIHARA
                                        Prof. Dr. Ir. H. MUHAMMAD NUH, DEA
                                        Drs. A.H. MUJIB ROHMAT
                                        Drs. H. AKHMAD MUQOWAM
                                        HABIB RAHIM ASSEGAF
                                        HABIB HILAL AL AIDID
                                        Drs. IMAM MA’RUF
                                        H. HASAN AMINUDDIN
                                        DIPO NUSANTARA
                                        HAMRA SAMAL
                                        Drs. H. KHAIRUDDIN WAHID
                                        Drs. QOHARI KHOLIL
                                        DEWAN INSTRUKTUR:
                                        KETUA : H. NUSRON WAHID
                                        SEKRETARIS : Dr. H. MUHAMMAD AQIL IRHAM

ANGGOTA :
Drs. AHMAD GHOJALI HARAHAP, M.Si
Dr. KH. ABDUL GHOFUR MAIMUN
Dr. H. JURI ARDIANTORO
HARIYANTO OGHI
AS’AD ISMA
SAHRAN RADEN
M.ILYAS
KH. AHMAD NADHIF
HABIB SHOLEH
KH. NAJIB BUCHORI

PENGURUS HARIAN
KETUA UMUM                 : H. YAQUT CHOLIL QOUMAS
WAKIL KETUA UMUM   : DHOHIR AL FARISI
                                              BENNY RAMDHANI
                                              AAM HAERUL AMRI
KETUA : HASAN BASRI SAGALA
KETUA : ABDUL HARIS MA’MUN
KETUA : SYAIFUL R. DASUKI
KETUA : HENDRIK KURNIAWAN
KETUA : MUJIBURROHMAN
KETUA : ALFA ISNAENI
KETUA : ZAKARIA R. PUATO
KETUA : ENDING SYARIFUDDIN
KETUA : MABRUR
KETUA : FAISAL ATTAMIMI
KETUA : SALEH RAMLI
KETUA : ABDUL HALIK RUMKHEL
KETUA : RUCHMAN BASHORI
KETUA : KH. M. LUTHFI THOMAFI
KETUA : M. AMIN
KETUA : AHMAD SYARIF
KETUA : RIZVI SHIHAB
KETUA : LUKMAN HAKIM
KETUA : RIZQON HALAL SYAH AJI
KETUA : SIDIK SISDIYANTO
KETUA : FAIRUZ AHMAD
KETUA : SUMANTRI SUWARNO
KETUA : FAISAL SAIMIMA
KETUA : ABDUL HAKAM AQSHO
KETUA : KH. SHOLACHUL AAM NOTOBUWONO
KETUA : IDY MUZAYYAD
KETUA : ASEP MULYA HIDAYAT
KETUA : NURUZZAMAN

SEKERTARIS JENDERAL            : ADUNG ABDUL RAHMAN
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : CASWIYONO RUSDI CAKRAWANGSA
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : KHAIRUL ANWAR
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : AHMAD RIFQI AL MUBAROK
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : TIMBUL PASARIBU
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : JUWANDA
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : SHOLIHIN
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : AHMAD WARI
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : YUDHISTIRA
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : ULIL ARCHAM
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : MOH. HADIMUDIN
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : ABDUL MUIS
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : AMRAN HB
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : KH. AUNULLAH A’LA HABIB
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : BASRI SALAMA
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : ABDURRAHMAN S. FAUZ
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : MOESAFA
WAKIL SEKR ETARIS JENDERAL : NIZAR RAHMATU
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : JOHAN J. ANWARI
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : BAYU DARUSSALAM
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : ALFAN ASSIROZI
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : FATKHUL MASYKUR
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : MAS’UD SHALEH
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : CHUSNIL MUBARAK
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : MISKIL MINA MUNIR
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : MUHAMMAD IDRIS
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : MUH. MUGHNI
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : ABDUL QODIR AQIL
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : WIHAJI
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : MUHAMMAD AZIZ HAKIM
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : KH. MAHFUDZ CHAMIDZ
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : MUHAMMAD FADILAH
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : HADI MUSA SAID
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL : MUHAMMAD NAHDLY

BENDAHARA UMUM               : ZAINAL ABIDIN

WAKIL BENDAHARA UMUM : MUHAMMAD RIFAI
WAKIL BENDAHARA UMUM : SUBHAN AKSA
WAKIL BENDAHARA UMUM : HARRY SAPUTRA GANI
WAKIL BENDAHARA UMUM : ARIES YORDIANTO
WAKIL BENDAHARA UMUM : ZAINUL MUTTAQIN
WAKIL BENDAHARA UMUM : OKKI JANUARDO

VIDEO: GP Ansor Siap Lawan Kelompok Radikal dan Intoleran


Gerakan Pemuda (GP) Ansor Nahdlatul Ulama merayakan Hari Lahir ke-83 di Gedung GP Ansor, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat 5 Mei 2017. Dalam acara tersebut digelar tausiah dengan tema "Meneguhkan Semangat Kebangsaan Islam Nusantara untuk Kedamaian Dunia".

Seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Sabtu (6/5/2017), acara ini juga dihadiri Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj dan istri almarhum Gus Dur, Shinta Nuriyah Wahid. Said Aqil menegaskan, Ansor siap mempertahankan ajaran yang benar seperti yang diajarkan Nabi Muhamad.

"Ansor merupakan kader-kader NU yang akan mempertahankan akidah yang benar, syariah yang benar, akhlak yang benar," kata Said Aqil.
Sementara itu, Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas menyatakan, Ansor siap melawan kelompok intoleran dan radikal. Ansor juga menegaskan pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan mempertahankan Pancasila.

Saksikan perayaan Hari Lahir ke-83 GP Ansor berikut ini.

https://www.vidio.com/watch/732270-video-gp-ansor-siap-lawan-kelompok-radikal-dan-intoleran

1.000 Anggota GP Ansor Magang di Jepang


Kementerian Ketenagakerjaan akan memberangkatkan 1.000 anggota Gerakan Pemuda (GP) Ansor untuk mengikuti program pemagangan ke Jepang. Ke-1.000 anggota organisasi kepemudaan Nahdlatul Ulama ini akan diberikan pelatihan kerja dengan pola pemagangan luar negeri.

Kerjasama program pemagangan tersebut dilakukan dalam penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) oleh Menaker M. Hanif Dakhiri dengan Ketum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas di ruang kerja Menaker di Jakarta, Selasa (9/5/2017).

Menurut Menaker, kerjasama dengan GP Ansor tersebut bertujuan untuk menciptakan tenaga kerja yang profesional, berpengalaman dan unggul, terutama yang berasal dari anggota GP Ansor. 

Selain itu kerjasama tersebut juga bertujuan untuk mendorong terciptanya distribusi kader secara baik dan benar di tubuh GP Ansor, penguatan kemandirian ekonomi anggota GP Ansor dan penguatan kerjasama bilateral antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang.

Menaker menegaskan pelatihan kerja dengan pola pemagangan luar negeri tidak boleh disalahartikan sebagai pengiriman tenaga kerja ke luar negeri yang berorientasi mendapatkan penghasilan. 

"Sesungguhnya pelatihan kerja dengan pola pemagangan luar negeri dimaksudkan sebagai upaya peningkatan kemampuan SDM kita mendekati standar kompetensi industri multinasional agar mampu bersaing di pasar kerja global, " ujar Hanif.

Hanif berharap sekembalinya ke Indonesia, para peserta pemagangan tersebut bisa berwirausaha atau bekerja di perusahaan. Peserta magang juga diharapkan mampu menularkan kebiasaan positif berupa etos kerja dan kompetensi yang tinggi sebagai kontribusi kepada perusahaan dimana dia bekerja. 

Sebab produktivitas setiap tenaga kerja akan berpengaruh terhadap produktivitas perusahaan.

"Demikian pula produktivitas perusahaan akan berdampak pada produktivitas nasional dan muara akhirnya akan memperbaiki tingkat daya saing nasional di dunia internasional, " katanya.

Hanif menambahkan selama tiga tahun mengikuti program pemagangan di Jepang, peserta ditempatkan di perusahaan-perusahaan di Jepang dan menerima uang saku sebagai bekal hidup selama di Jepang. Jika dijumlahkan, kontribusi perusahaan di Jepang bagi peserta magang mencapai Rp 16,9 miliar setiap tahunnya. 

"Sedangkan remitansi selama 3 tahun terakhir dari tahun 2014 hingga tahun 2017 senilai Rp 12,8 miliar, " katanya.

Semenetara itu Direktur Jenderal Pembinaan dan Pelatihan Produktivitas (Binalattas) Kemnaker Bambang Satrio Lelono mengungkapkan program pemagangan ke Jepang sejak tahun 1993 hingga September 2015 telah memberangkatkan peserta sebanyak 64.135 orang.

"Hingga saat ini, peserta yang masih menjalankan program di luar negeri sebanyak 16.547 orang, " jelasnya.

Sementara Yaqut Cholil menyambut positif adanya kerja sama tersebut. Saat ini jumlah anggota GP Ansor mencapai 1,7 juta orang.

"Kerjasama ini makin konkret dan tak akan disia-siakan oleh GP Ansor. Ini jadi pembuktikan GP Ansor untuk bersikap amanah dan mudah-mudahan bisa ditingkatkan lagi kerjasamanya hingga 500 ribu anggota, " ungkapnya.

GP Ansor Kenalkan Islam Nusantara ke 23 Negara


Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) gencar mengkampanyekan model Islam Nusantara yang dianggap sebagai karakter dan ciri khas masyarakat muslim di Indonesia.

Untuk mengenalkan Islam Nusantara, NU melalui  organisasi kepemudaannya, Gerakan Pemuda (GP) Ansor menggelar rangkaian Global Intercultural Youth Exchange (GIYE) 2017, yang diadakan 18-20 Mei 2017.

Ketua Umum GP Ansor Yaqut C Qoumas mengatakan, GIYE 2017 akan diikuti oleh para pelajar dan mahasiswa dari 23 negara dari berbagai benua.

Selain dari negara-negara di Asia Tenggara, ada juga yang datang dari Korea Selatan, Iran, Afganistan, India, Gambia, Afrika Selatan, Yaman, Sudan, Tanzania, Rwanda, Ekuador, Sierra Leone, Belanda, Prancis, Italia, dan Rusia.

"Dengan program ini kami berharap para peserta dapat mengenal seni dan kebudayaan Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai yang dibawa agama Islam," ucap Yaqut di Jakarta, Kamis, 18 Mei 2017.

Menurut dia, melalui program GIYE, GP Ansor mengajak para peserta mengenal Islam Nusantara.
Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk untuk meningkatkan persahabatan antarpemuda dan pelajar dunia tanpa membedakan ras dan agama, melalui pengenalan khazanah kebudayaan Indonesia.
Kegiatan tersebut akan dimulai dari Jakarta, kemudian ke pusat-pusat kebudayaan Nusantara, seperti Pesantren Al Kahfi Somolangu yang merupakan salah satu pesantren tertua di Asia Tenggara, Keraton Yogyakarta, dan Candi Borobudur di Magelang.

"Dalam acara ini, para peserta dari berbagai negara juga diberi kesempatan untuk memperkenalkan seni dan kebudayaan mereka. Dengan demikian tercipta komunikasi antarbudaya," Yaqut menandaskan.

Minggu, 07 Mei 2017

KH. Hasyim Asy’ari Diusir Syaikhona Kholil Bangkalan


Nama KH. Hasyim Asy’ari mungkin bagi kebanyakan kalangan bukanlah nama yang asing, terlebih bagi kalangan santri atau kaum nahdliyin. Hasyim Asy’ari merupakan ulama kharismatik, tokoh kunci dalam lahirnya Nahdlatul Ulama setelah mendapat ijin dari gurunya Syaikhona Kholil Bangkalan.
Namun ada cerita menarik yang bisa kita petik, khususnya bagi kalangan santri dan kaum nahdliyin antara guru dan santri tersebut. Suatu ketika, Masyayikh KH. Hasyim Asy’ari ternyata pernah diusir oleh Syikhona Kholil Bangkalan dari Madura. Pengusiran itu terbilang sadis karena Syaikhona Kholil juga sampai menggunakan batu yang dilemparkan ke KH. Hasyim Asy’ari untuk tidak berada di Madura.
Kehadiran KH. Hasyim Asy’ari ke Pulau Madura yang kala itu masih sangat muda, bukan sekedar jalan-jalan menikmati Pulau Garam, namun niatnya untuk menimba ilmu di Demangan Barat Bangkalan Madura, di pondok Syaikhona Kholil Bangkalan. Namun, niat tulus KH. Hasyim Asy’ari kala itu tak disambut baik, malah mendapat pengusiran.
KH. Hasyim memang seorang anak yang pintar. Pendidikan ilmu agam sudah sangat lekat pada dirinya, namun dirinya masih ngotot ingin berguru pada Syaikhona Kholil Bangkalan. Berkali-kali mendapat pengusiran, KH. Hasyim Asy’ari tetap membandel. Lewat depan tak bisa, lewat belakang juga tak bisa, lewat kanan dan kiri juga sudah dilakukan oleh Masyayikh KH. Hasyim Asy’ari untuk bisa menimba ilmu dari Syaikhona Kholil Bangkalan. Akhirnya karena kebandelan KH. Hasyim Asy’ari, ia diterima mondok di Bangkalan.


“Kamu mau mondok apa mau cari ilmu,” dawuh Syaikhona Kholil Bangkalan kepada Hasyim.
Pemaksaan Hasyim Asy’ari bukan tanpa alasan. Kebesaran hati Hasyim Asy’ari meski sarat dengan ilmu tetap menghargai sebuah ilmu, terlebih Syaikhona Kholil merupakan sosok yang pernah menimba ilmu ke tanah Arab. Dari Tebuireng datang ke Madura hanya ingin menambah ilmu.
Selama KH. Hasyim Asy’ari mondok di Bangkalan, pada suatu ketika dalam sebuah pembelajaran yang disampaikan Syaikhona Kholil Bangkalan, KH. Hasyim Asy’ari malah tidur. Saat teman lainnya ingin membangunkan Hasyim Asy’ari, Syaikhona melarang santri lain membangunkannya.
Kalimat singkat yang terucap kala itu dari Syaikhona Kholil Bangkalan, adalah “apa yang ia (Syaikhona Kholil) sampaikan, nanti tanyakan pada dia (Hasyim Asy’ari)”.
Benar sekali, setelah usai mengaji, santri lain bertanya pada Hasyim Asy’ari tentang apa yang disampaikan Syaikhona selama pembelajaran. Dan ajibnya, Hasyim Asy’ari menjelaskan dengan detail dan rinci, serta mirip dengan apa yang disampaikan Syaikhona.

Disadur dari Ceramah Agama KHR. Kholil As’ad dalam Acara Maulid Nabi di Pondok Pesantren Darul Aytaam, Talkandang, Sitobondo.

Biografi Syaikh Umar bin Ahmad Baradja

Syaikh Umar bin Ahmad Baradja

Syaikh Umar bin Achmad Baradja lahir di kampung Ampel Maghfur, pada 10 Jumadil Akhir 1331 H/17 Mei 1913 M. Sejak kecil dia diasuh dan dididik kakeknya dari pihak ibu, Syaikh Hasan bin Muhammad Baradja , seoarang ulama ahli nahwu dan fiqih.

Nasab Baradja berasal dari (dan berpusat di) Seiwun, Hadramaut, Yaman. Sebagai nama nenek moyangnya yang ke-18, Syaikh Sa’ad, laqab (julukannya) Abi Raja’ (yang selalu berharap). Mata rantai keturunan tersebut bertemu pada kakek Nabi Muhammad SAW yang kelima , bernama Kilab bin Murrah.

Pada masa mudanya, Umar Baradja menuntut ilmu agama dan bahasa Arab dengan tekun, sehingga dia menguasai dan memahaminya. Berbagai ilmu agama dan bahasa Arab dia dapatkan dari ulama, ustadz, syaikh, baik melalui pertemuan langsung maupun melalui surat. Para alim ulama dan orang-orang shalih telah menyaksikan ketaqwaan dan kedudukannya sebagai ulama yang ‘amil. Ulama yang mengamalkan ilmunya.

Dia adalah salah seorang alumnus yang berhasil, didikan madrasah Al-Khairiyah di kampung Ampel, Surabaya, yang didirikan dan dibina Al-habib Al-Imam Muhammad bin Achmad Al-Muhdhar pada 1895. Sekolah yang berasaskan Ahlussunnah wal Jama’ah dan bermadzhab Syafi’i.

Guru-guru Syaikh Umar Baradja, antara lain, Al-Ustadz Abdul Qodir bin Ahmad bil Faqih (Malang), Al-Ustadz Muhammad bin Husein Ba’bud (Lawang), Al-Habib Abdul Qodir bin Hadi Assegaf, Al-Habib Muhammad bin Ahmad Assegaf (Surabaya), Al-Habib Alwi bin Abdullah Assegaf (Solo), Al-Habib Ahmad bin Alwi Al-Jufri (Pekalongan), Al-Habib Ali bin Husein Bin Syahab, Al-Habib Zein bin Abdullah Alkaf (Gresik), Al-Habib Ahmad bin Ghalib Al-Hamid (Surabaya), Al-Habib Alwi bin Muhammad Al-Muhdhar (Bondowoso), Al-Habib Abdullah bin Hasa Maulachela, Al-Habib Hamid bin Muhammad As-Sery(Malang), Syaikh Robaah Hassunah Al-Kholili (Palestina), Syaikh Muhammad Mursyid (Mesir) – keduanya tugas mengajar di Indonesia.

Guru-gurunya yang berada di luar negeri diantaranya, Al-Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki, As-Sayyid Muhammad bin Ami n Al-Quthbi, As-Syaikh Muhmmad Seif Nur, As-Syaikh Hasan Muhammad Al-Masysyath, Al-Habib Alwi bin Salim Alkaff, As-Syaikh Muhammad Said Al-Hadrawi Al-Makky (Mekkah), Al-Habib Muhammad bin Hady Assegaf(Seiwun, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Abdullah bin Ahmad Al-Haddar, Al-Habib Hadi 

bin Ahmad Al-Haddar (‘inat, Hadramaut, Yaman) , Al-habib Abdullah bin Thahir Al-Haddad (Geidun, Hadaramaut, Yaman), Al-Habib Abdullah bin Umar Asy-Syatiri (Tarim, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Hasan bin Ismail Bin Syeikh Abu Bakar (‘inat, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Ali bin Zein Al-Hadi, Al-Habib Alwi bin Abdullah Bin Syahab (Tarim, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Abdullah bin Hamid Assegaf (Seiwun, Hadramaut, Yaman), Al-Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar (Al-Baidhaa, Yaman) , Al-Habib Ali bin Zein Bilfagih (Abu Dhabi, Uni Emirat Arab), As-Syaikh Muhammad Bakhit Al-Muthii’i (Mesir), SayyidiMuhammad Al-Fatih Al-Kattani (Faaz, Maroko), Sayyidi Muhammad Al-Munthashir Al-Kattani (Marakisy, Maroko) , Al-Habib Alwi bin Thohir Al-Haddad (Johor, Malaysia), Syeikh Abdul ‘Aliim As-Shiddiqi (India), Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf (Mesir), Al-Habib Abdul Qodir bin Achmad Assegaf (Jeddah, Arab Saudi).

Kiprah Dakwah

Syaikh Umar mengawali kariernya mengajar di Madrasah Al-Khairiyah Surabaya tahun 1935-1945, yang berhasil menelurkan beberapa ulama dan asatidz yang telah menyebar ke berbagai pelosok tanah air. Di Jawa Timur antara lain, almarhum al-ustadz Achmad bin Hasan Assegaf, almarhum Al-Habib Umar bin Idrus Al-Masyhur, almarhum al-ustadz Achmad bin Ali Babgei, Al-habib Idrus bin Hud Assegaf, Al-habib Hasan bin Hasyim Al-Habsyi, Al-habib Hasan bin Abdul Qodir Assegaf, Al-Ustadz Ahmad Zaki Ghufron, dan Al-Ustadz Dja’far bin Agil Assegaf.

Kemudian, dia pindah mengajar di Madrasah Al-Khairiyah, Bondowoso. Berlanjut mengajar di Madrasah Al-Husainiyah, Gresik tahun 1945-1947. Lalu mengajar di Rabithah Al-Alawiyyah, Solo, tahun 1947-1950. Mengajar di Al-Arabiyah Al-Islamiyah, Gresik tahun 1950-1951. Setelah itu, tahun 1951-1957, bersama Al-habib Zein bin Abdullah Al-kaff, memperluas serta membangun lahan baru, karena sempitnya gedung lama, sehingga terwujudlah gedung yayasan badan wakaf yang di beri nama Yayasan Perguruan Islam Malik Ibrahim.

Selain mengajar di lembaga pendidikan, Syaikh Umar juga mengajar di rumah pribadinya, pagi hari dan sore hari, serta majelis ta’lim atau pengajian rutin malam hari. Karena sempitnya tempat dan banyaknya murid, dia berusaha mengembangkan pendidikan itu dengan mendirikan Yayasan Perguruan Islam atas namanya, Al-Ustadz Umar Baradja. Ini sebagai perwujudan hasil pendidikan dan pengalamannya selama 50 tahun. Hingga kini masih berjalan, dibawah asuhan putranya, Al-Utadz Achmad bin Umar Baradja.

Amal ibadahnya meluas ke bidang lain, sehingga memerlukan dana yang cukup besar, dia juga menggalang dana untuk kebutuhan para janda, fakir miskin, dan yatim piatu khususnya para santrinya, agar mereka lebih berkonsentrasi dalam menimba ilmu. Menjodohkan wanita-wanita muslimah dengan pria muslim yang baik menurut pandangannya, sekaligus mengusahakan biaya perkawinannya dengan dukungan dana dari Al-habib Idrus bin Umar Alaydrus.

Salah satu karya monumentanya adalah membangun Masjid Al-Khair (danakarya I-48/50, Surabaya) pada tahun 1971, bersama KH. Adnan Chamim, setelah mendapat petunjuk dari Al-Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid (Tanggul) dan Al-habib Zein bin Abdullah Al-Kaff (Gresik).

Masjid ini sekarang digunakan untuk berbagai kepentingan dakwah masyarakat Surabaya. Penamplan Syeikh Umar sangat bersahaja, tetapi dihiasi sifat-sifat ketulusan niat yang disertai keikhlasan dalam segala amal perbuatan duniawi dan ukhrawi. Dia juga mejabarkan akhlaq ahlul bait, keluarga Nabi dan para sahabat, yang mencontoh baginda Nabi Muhammad SAW. Dia tidak suka membangga-banggakan diri, baik tentang ilmu, amal, maupun ibadah. Ini karena sifat tawadhu’ dan rendah hatinya sangat tinggi.

Dalam beribadah, dia selalu istiamah baik sholat fardhu maupun sholat sunnah qabliyah dan ba’diyah. Sholat dhuha dan tahajud hampir tidak pernah dia tnggalkan walaupun dalam bepergian. Kehidupannya dia usahakan untuk benar-benar sesuai dengan yang digariskan agama.

Cintanya kepada keluarga Nabi SAW dan dzurriyyah atau keturunannya, sangat kenal tak tergoyahkan. Juga kepada para sahabat anak didik Rasulullah SAW. Itulah pertanda keimanan yang teguh dan sempurna.
Dalam buku Kunjungan Habib Alwi Solo kepada Habib Abubakar Gresik,Catatan Habib AbdulKadir bin Hussein Assegaf (Penerbit Putra Riyadi : 2003), disebutkan,”… kami (rombongan Habib Alwi bin Alwi Al-Habsyi) berkunjung ke rumah Syaikh Umar bin Ahmad Baradja (di Surabaya). Kami dengar saking senangnya, ia sujud syukur di kamar khususnya. Ia meminta Sayyidi Alwi untuk membacakan doa dan Fatihah.”(hlm.93).

Sifat wara’-nya sangat tinggi. Perkara yang meragukan dan syubhat dia tinggalkan, sebagaimana meninggalkan perkara-perkara yang haram. 

Dia juga selalu berusaha berpenampilan sederhana. Sifat Ghirah Islamiyah (semangat membela Islam) dan iri dalam beragama sangat kuat dalam jiwanya. Konsistensinya dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, misalnya dalam menutup aurat, khususnya aurat wanita, dia sangat keras dan tak kenal kompromi. Dalam membina anak didiknya, pergaulan bebas laki-perempuan dia tolak keras. Juga bercampurnya murid laki-dan perempuan dalam satu kelas.

Pada saat sebelum mendekati ajalnya, Syaikh umar sempat berwasiat kepada putra-putra dan anak didiknya agar selalu berpegang teguh pada ajaran assalaf asshalih. Yaitu ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah, yang dianut mayoritas kaum muslim di Indonesia dan Thariqah ‘Alawiyyah, dan bermata rantai sampai kepada ahlul bait Nabi, para sahabat, yang semuanya bersumber dari Rasulullah SAW.

Syaikh Umar memanfaatkan ilmu, waktu, umur, dan membelanjakan hartanya di jalan Allah sampai akhir hayatnya. Ia memenuhi panggilan Rabb-nya pada hari Sabtu malam Ahad tanggal 16 Rabiuts Tsani 1411 H/3 November 1990 M pukul 23.10 WIB di Rumah Sakit Islam Surabaya, dalam usia 77 Tahun.

Keesokan harinya Ahad ba’da Ashar, ia dimakamkan, setelah dishalatkan di Masjid Agung Sunan Ampel, diimami putranya sendiri yang menjadi khalifah (penggantinya), Al-Ustadz Ahmad bin Umar Baradja. Jasad mulia itu dikuburkan di makam Islam Pegirian Surabaya. Prosesi pemakamannya dihadiri ribuan orang.

Sumber: Majalah AlKisah No. 07/Tahun V/26 Maret – 8 April 2007 Hal. 85-89 (http://ppalghozaliyah.blogspot.co.id/2014/06/biografi-syaikh-umar-baraja-pengarang.html) Jam 14:08 Tanggal 29 Juni 2016 di Banjarnegara

Biografi KH. Bisri Syansuri


A.   Biografi Kyai Haji Bisri Syansuri
Kyai Haji Bisri Syansuri (lahir di desa Tayu, Pati, Jawa Tengah, 18 September 1886  meninggal di Jombang, Jawa Timur, 25 April 1980 pada umur 93 tahun) seorang ulama dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU). Ayahnya bernama Syansuri dan ibunya bernama Mariah. Kiai Bisri adalah anak ketiga dari lima bersaudara yang memperoleh pendidikan awal di beberapa pesantren lokal, antara lain pada KH Abdul Salam di Kajen.
Ia adalah pendiri Pondok Pesantren Denanyar, Jombang dan terkenal atas penguasaannya di bidang fikih agama Islam. Bisri Syansuri juga pernah aktif berpolitik, antara lain sempat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili Masyumi, menjadi anggota Dewan Konstituante, ketua Majelis Syuro Partai Persatuan Pembangunan dan sebagai Rais Aam NU. Ia adalah kakek dari Abdurrahman Wahid, Presiden Republik Indonesia keempat.

B.   Silsilah Beliau
1.Sunan lawu (brawijaya)
2.R.fatah(tajuddin abd.hamid)
3.R.trenggono(syah alam akbar)
 4.R.bagus mukmin
5.ki ageng prawito ngardin
 6.P.haryo madi
7.P.joyoprono
8.R.dandang kumbang
9.R.karthi noto
10.kyai nur hadi(sunan mupus pati)
11.kyai nur syahid(demak)
12.kyai yunus
13.kyai marchum(nglau)
14.kyai hasan bisri(jebol)
15.kyai abdul ghani
16.kyai Muhammad rois
17.KH.Syamsuri
18.KH. Bisri Zansuri

C.   Riwayat Pendidikan Beliau
Kiai Bisri kemudian berguru kepada KH Kholil di Bangkalan dan KH Hasyim Asy’ari di Tebuireng, Jombang. Kiai Bisri kemudian mendalami pendidikannya di Mekkah dan belajar ke pada sejumlah ulama terkemuka antara lain Syekh Muhammad Baqir, Syekh Muhammad Sa’id Yamani, Syekh Ibrahim Madani, Syekh Jamal Maliki, Syekh Ahmad Khatib Padang, Syekh Syu’aib Daghistani, dan Kiai Mahfuz Termas. Ketika berada di Mekkah, Kiai Bisri menikahi adik perempuan Kiai Wahab. Di kemudian hari, anak perempuan Kiai Bisri menikah dengan putra KH Hasyim As’ari, KH Wahid Hasyim dan memiliki putra Gus Dur dan KH Solahuddin Wahid (Gus Sholah). Ia kemudian mendalami pendidikannya di Mekkah dan belajar ke pada sejumlah ulama terkemuka antara lain Syekh Muhammad Baqir, Syekh Muhammad Sa'id Yamani, Syekh Ibrahim Madani, Syekh Jamal Maliki, Syekh Ahmad Khatib Padang, Syekh Syu'aib Daghistani, dan Kiai Mahfuz Termas. Ketika berada di Mekkah, Bisri Syansuri menikahi adik perempuan Abdul Wahab Chasbullah. Di kemudian hari, anak perempuan Bisri Syansuri menikah dengan KH Wahid Hasyim dan menurunkan KH Abdurrahman Wahid dan Ir.H. Solahuddin Wahid.
Sepulangnya dari Mekkah, Kiai Bisri menetap di pesantren mertuanya di Tambak Beras, Jombang, selama dua tahun. Kiai Bisri ke-mudian mendirikan Ponpes Mam-baul Maarif di Denanyar, Jombang pada 1917. Saat itu, Kiai Bisri adalah kiai pertama yang mendirikan kelas khusus untuk santri-santri wanita di pesantren yang didirikannya.

D.   Pemikiran Beliau
Kyai Bisri muda dapat terus menjadi santri karena ia mencuci pakaian dan menanak nasi untuk kawan barunya itu, Kiai Wahab muda. Segera Kiai Bisri muda menjadi orang kepercayaan Wahab muda karena jujur dan rajin. Jadi, urusannya sudah bukan lagi menyangkut pakaian dan makanan, tetapi sudah berkaitan dengan watak dan tempramen. Walaupun begitu, keahlian ilmu agama Islam kedua orang itu juga saling berbeda.
Perbedaannya terletak pada bidang ilmu agama yang mereka senangi. Kiai Wahab senang pada ilmu ushul fiqh, sedangkan Kiai Bisri menyukai tafsir dan hadits Nabi Muhammad SAW. Bidang itu juga dinamai kajian naqly, bertumpu kepada ayat-ayat Alquran dan hadits Nabi Muhammad SAW.
Karena itu, Kiai Bisri tidak banyak berkutat dengan penggunaan akal (rasio) sebagaimana Kiai Wahab. Pernah Kiai Wahab bertanya kepada Gus Dur; “Saya dengar kakekmu itu tidak pernah makan di warung?” Gus Dur menjawab, “Memang benar demikian.”
Kiai Wahab kembali bertanya, “Mengapa?” Gus Dur menjawab, “Kiai Bisri tidak menemukan hadits yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah makan di warung.” Kiai Abdul Wahab menga-takan; “Ya, tentu saja karena waktu itu belum ada warung.”
Tetapi pergaulan mereka, tokoh tekstual di satu sisi dan tokoh satunya yang senang menggunakan rasio, ternyata sangat erat. Hal ini tampak ketika ada bahtsul masail. Gus Dur pernah menyaksikan sekitar 40-an orang kiai berkumpul dari pagi hingga sore hari di ruang tamu Kiai Bisri.Ternyata, keduanya berdebat seru, yang satu membolehkan dan yang satu lagi melarang sebuah perbuatan.
Demikian seru mereka berbeda, hingga akhirnya semua kiai yang lain menutup buku/kitab mereka dan mengikuti saja kedua orang itu berdebat. Sampai-sampai, baik Kiai Abdul Wahab maupun Kiai Bisri berdiri dari tempat duduk mereka sambil memukul-mukul meja marmer yang mereka gunakan berdiskusi. Muka keduanya me-merah karena bertahan pada pen-dirian masing-masing.
Akhirnya kemudian Kiai Abdul Wahab menyerang, “Kitab yang Sampeyan gunakan adalah cetakan Kudus, sedangkan kitab saya adalah cetakan Kairo.” Ini adalah tanda Kiai Abdul Wahab kalah argumentasi dan akan menerima pandangan Kiai Bisri. Walau pada forum bahtsul masail itu mereka berbicara sampai memukul-mukul meja dengan wajah memerah, namun ketika tiba-tiba beduk ber-bunyi, Kiai Bisri segera berlari ke sumur di dekat ruang pertemuan tersebut. Di sana, dia naik ke pinggiran sumur dan menimbakan air wudhu bagi iparnya itu. Beda pendapat boleh tapi harus tetap rukun. Demikian kira-kira pegangan mereka.
Beliau menarik lainnya terdapat di buku “Menapak Jejak Mengenal Watak, Sekilas Biografi 26 Tokoh NU”. Dalam resepsi penutupan Kongres Gerakan Pemuda Ansor di Surabaya, April 1980, Pengasuh Pesantren Tebuireng KH Yusuf Hasyim (Pak Ud) membisiki seseorang, “Sakitnya KH Bisri Syansuri semakin parah. Beliau dalam keadaan tidak sadar siang tadi ketika saya tinggalkan berangkat kemari,” ujarnya. Orang yang diberitahu tersentak mendengar bisikan itu. Sebab tiga hari sebelumnya, dia ikut hadir di ruang tamu rumahnya, sewaktu pendiri dan pemimpin Ponpes Mambaul Maarif itu menerima Probosutedjo, pengusaha kenamaan dan adik Presiden Soeharto.
Probosutedjo diundang untuk memberikan ceramah tentang kewiraswastaan dalam Kongres Ansor di Surabaya. Kehadirannya memenuhi undangan tersebut di-manfaatkan sekaligus untuk me-ngunjungi Kiai Bisri yang sedang dalam keadaan sakit. Ketika itu Kiai Bisri menjemput sendiri tamunya di teras tempat kediamannya. Bersa-rung putih dengan garis kotak-kotak kebiruan, mengenakan baju putih dan berkopiah haji. Kiai Bisri mem-persilakan tamu dari Jakarta itu me-masuki ruang depan rumahnya yang tua dan berperabotan sederhana.
Wajahnya, seperti biasa, tampak jernih. Dengan sabar penuh perhatian ia mendengarkan setiap kata yang diucapkan oleh tamunya. Dan dengan suara lembut ia menjawab setiap pertanyaan, menjawab salam dari Presiden Soeharto yang disampaikan oleh Probosutedjo dan dengan halus menolak tawaran berobat ke luar negeri.
Terdapat pula kisah Kiai Bisri dalam buku “Antologi NU; Sejarah, Istilah, Amaliah, Uswah” jilid I. Saat berlangsung Sidang Umum MPR tahun 1978 ada peristiwa luar biasa. Fraksi PPP tidak sepakat dengan keputusan fraksi lain. Setelah berkali-kali adu argumentasi mengenai rancangan ketetapan MPR tentang P4 namun tetap tidak membuahkan hasil. Sementara partai sudah meng-gariskan untuk memegang teguh ama-nat itu, mereka pun keluar sidang.
Seluruh anggota Fraksi PPP segera berdiri. Dipimpin langsung oleh KH Bisri Syansuri, mereka beriringan walk out sebagai tanda tidak setuju terhadap hasil keputusan. Meski sudah berusia 92 tahun, kiai yang menciptakan lambang ka’bah bagi PPP itu malah berjalan paling depan.
Ketegasan lain nampak tatkala DPR membahas RUU tentang perkawinan. Secara kesluruhan RUU itu dinilai banyak bertentangan dengan ketentuan hukum agama Islam. Maka, di mata Kiai Bisri, menghadapi kasus itu, tidak ada alternatif lain kecuali menolaknya.
Langkah pertama yang Kiai Bisri lakukan adalah dengan mengumpulkan sejumlah ulama di daerah Jombang untuk membuat RUU tandingan yang akan diajukan ke DPR-RI. Setelah RUU tandingan itu selesai dibahas, lalu disampaikan ke PBNU, yang diterima secara aklamasi.
Setelah itu amandemen RUU itu diajukan ke Majelis Syuro PPP dan diterima. DPP PPP memerintahkan Fraksi PPP DPR-RI agar menjadikan RUU tandingan itu sebagai rancangan yang diterima dan harus diperjuangkan. Setelah melalui proses yang panjang dan melelahkan, serta lebih banyak dilakukan di luar gedung DPR-RI, akhirnya RUU itu disahkan setelah ada revisi dan tidak lagi bertentangan dengan hukum Islam.

E.  Pergerakan dan Politik
Di sisi pergerakan, Kiai Bisri bersama-sama para kiai muda saat itu antara lain Kiai Wahab, KH Mas Mansyur, KH Dahlan Kebondalem dan KH Ridwan, membentuk klub kajian yang diberi nama Taswirul Afkar (konseptualisasi pemikiran) dan sekolah agama dengan nama yang sama, yaitu Madrasah Taswirul Afkar. Sedangkan keterlibatannya dalam upaya pengembangan organisasi NU antara lain berupa pendirian rumah-rumah yatim piatu dan pelayanan kesehatan yang dirintis-nya di berbagai tempat.
KH Bisyri Zansuri adalah seorang ulama besar yang memiliki sifat sederhana dan rendah hati. Meskipun demikian beliau dikenal sebagai ulama yang teguh pendirian dan memegang prinsip. Dalam menjalankan tugas beliau selalu istiqamah dan tidak mudah goyah, terutama dalam memutuskan suatu perkara yang berhubungan dengan syari'at Islam. setiap hukum suatu persoalan yang sudah Jelas dalilnya dari Al Quran, Hadits, Ijma atau Qiyas keputusan beliau selalu tegas dan tidak bisa ditawar-tawar.
KH Bisri Syansuri boleh disebut sebagai “kyai plus“. Dalam diri KH Bisri Syansuri paling tidak melekat tiga karakter sekaligus. Yaitu sebagai perintis kesetaraan gender dalam pendidikan di pesantren, seorang ahli dan pecinta fiqh dan sekaligus seorang politisi
Di masa penjajahan Jepang, Kiai Bisri terlibat dalam pertahanan negara, yakni menjadi Kepala Staf Markas Oelama Djawa Timur (MODT), yang berkedudukan di Waru, dekat Surabaya.
Pada masa kemerdekaan Kiai Bisri pun terlibat dalam lembaga peme-rintahan, antara lain dalam Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), me-wakili unsur Masyumi. Kiai Bisri juga menjadi anggota Dewan Konstitu-ante tahun 1956 hingga ke masa pemilihan umum tahun 1971. Ketika NU bergabung ke PPP, Kiai Bisri pernah menjadi ketua Majelis Syuro-nya. Kiai Bisri terpilih menjadi ang-gota DPR sampai tahun 1980. Kiai Bisri kemudian wafat dalam usia 94 tahun pada 25 April 1980 atau berte-patan dengan bulan Rajab di Denanyar. Beliau juga aktif dalam Rais Aan PB NU, Rais Aam Majelis Syuro DPP PPP namun tetap memimpin dan aktif mengasuh Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar

F.   Mundur dari Jabatan Rais Am
Jasa Kiai Bisri dalam membesarkan NU juga tak patut dilupakan. Kiai Bisri turut terlibat terlibat dalam pertemuan pada 31 Januari 1926 di Surabaya saat para ulama menye-pakati berdirinya NU. Pada periode pertama, Kiai Bisri menjadi A’wan Syuriah PBNU dan kemudian pada periode-periode berikutnya Kiai Bisri pernah menjadi Rais Syuriah, Wakil Rais Am dan menjadi Rais Am hingga akhir hayatnya.
Meski dikenal tegas dalam mem-pertahankan prinsip, kesantunan Kiai Bisri juga tak perlu diragukan. Saat berlangsungnya Muktamar NU ke-24 pada tahun 1967 di Bandung, Kiai Bisri menunjukkan sikap tawadlu’ yang perlu kita teladani.
Ketika itu sedang terjadi pemili-han Rais Am yang melibatkan “rivalitas” antara dua kiai sepuh yang sama-sama berwibawa, yaitu Kiai Wahab yang saat itu menjabat Rais Am (incumbent) dengan Kiai Bisri yang menjadi salah satu Rais Syuriah PBNU. Hasil pemilihan ternyata di luar dugaan. Walaupun lebih muda, tiba-tiba Kiai Bisri bisa meraih suara terbanyak. Kiai Wahab pun menerima kekalahan dengan berbesar hati, apalagi yang menga-lahkan sahabat dekatnya sekaligus adik iparnya sendiri.
Demikian halnya Kiai Bisri yang memperoleh kemenangan juga sangat rendah hati. Walaupun telah dipilih oleh muktamirin, tetapi kemudian Kiai Bisri segera memberikan sambutan, selama masih ada Kiai Wahab yang lebih senior dan lebih alim Kiai Bisri tidak bersedKiai Bisri menduduki jabatan itu. “Karena itu saya menyatakan untuk mengundurkan diri dan kembali menyerah-kan jabatan itu kepada Kiai Wahab Chasbullah.”
Menanggapi sikap Kiai Bisri, Kiai Wahab menerima amanah itu. Tidak perlu merasa tersinggung, karena walaupun sudah uzur tetapi merasa masih dibutuhkan untuk memimpin NU dalam menghadapi situasi sulit masa orde baru. Sementara Kiai Bisri dipercaya sebagai Wakil Rais Am. Kemudian ketika Kiai Wahab wafat pada tahun 1971, baru Kiai Bisri menduduki posisi sebagai Rais Am hingga wafat pada tahun 1980 dan diteruskan oleh Ali Maksum.

G.   Perintis Kesetaraan Gender
Rasanya tidak berlebihan kalau Kyai Bisri Syansuri disebut sebagai pejuang kesetaraan gender, khususnya di kalangan pesantren. Kyai Bisrilah orang pertama yang mendirikan kelas khusus untuk santri-santri wanita di pesantren yang didirikannya. Walalupun baru diikuti perempuan-perempuan di desanya.
Di zaman yang masih kental dengan nilai-nilai patrimonial waktu itu, apa yang dilakukan Kyai Bisri termasuk kategori “aneh“. Untung sang guru yang sangat dihormatinya, hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari tidak menentang terobosan yang dilakukannya. Kalau saja hadratussyaikh melarang, niscaya Kyai Bisri Syansuri tidak akan melanjutkan langkah fenomenal yang telah dibuatnya. Hal ini semata-mata karena takdzimnya yang begitu mendalam kepada sang guru yang selalu dipanggilnya “kyai“.
Tahun 1919 Kiai Bisri membuat terobosan baru dengan mendirikan kelas khusus santr-santri wanita di pesantrennya. Langkah penting ini adalah tonggak baru dalam sejarah kepesantrenan terutama di Jawa Timur

H.   Ahli dan Pecinta Fiqh
Karakter sebagai pecinta Fiqh terbentuk ketika Kyai Bisri nyantri kepada KH Kholil Bangkalan, dan semakin menguat setelah nyantri di Tebuireng. Kyai Bsiri memang sengaja mendalami pokok-pokok pengambilan hukum agama dalam fiqh, terutama literatur fiqh lama.
Tidak mengherankan jika Kyai Bisri begitu kukuh dalam memegangi kaidah-kaidah hukum fiqh, dan begitu teguh dalam mengkontekstualisasikan fiqh kepada kenyataan-kenyataan hidup secara baik.
Walaupun begitu, Kyai Bisri tidak kaku dan kolot dalam berinteraksi dengan masyarakat. Hal itu setidaknya terlihat dari upayanya dalam merintis pesantren yang dibangunnya di Denanyar.

I.   Politisi Tangguh
Persinggungannya dengan politik praktis diawali ketika bergabung dengan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili Masyumi, menjadi anggota Dewan Konstituante dan puncaknya ketika dipercaya menjadi Ketua Majelis Syuro PPP ketika NU secara formal tergabung dalam partai berlambang ka’bah itu.
Salah satu prestasi yang paling mengesankan, ketika Kyai Bisri Syansuri berhasil mendesakkan disyahkannya UU perkawinan hasil rancangannya bersama-sama ulama NU. Padahal sebelumnya pemerintah sudah membuat rancangan undang-undang perkawinan ke Dewan Perwakilan Rakyat. K.H. Bisri Syansuri wafat pada hari Jum'at 25 April 1980 dalam usia 94 tahun. Makam beliau berada di kompleks Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar Jombang, Jawa Timur.

J.   Karomah Beliau
1. Amplop kosong
Sebagian orang memandang hina kepada kiyai yang mengharapkan amplop dari ceramah pengajiannya. Tapi Kiyai Bisri Mustofa berprinsip bahwa ia berhak atas amplop itu.
“Aku punya tanggungan santri di rumah”, katanya, “kalau kutinggal pergi, aku rugi tidak mengajar mereka”.
Suatu ketika setelah sampai di rumah dari pengajian di tempat jauh, kedapatan amplop panitianya cuma berisi Rp 10.000,-. Kiyai Bisri pun menyuruh Murtadlo, khadamnya, mendatangi panitia dengan bekal surat tagihan rinci:
Sewa mobil: Rp 10.000,-
Bensin    : Rp 10.000,-
Upah sopir: Rp  2.500,-
Ongkos Murtadlo: Rp  2.000,-
Isi amplop: Rp 10.000,-
Kekurangan: Rp 14.500,-
Tapi namanya prinsip, biasanya tidak tanpa pengecualian. Usai pengajian di Pesantren Salafiyah Pasuruan atas undangan Mbah Hamid, Kiyai Bisri Mustofa tidak sampai hati menagih amplop. Padahal ia tak mau rugi. Ia amati baju yang dipakai Mbah Hamid dengan mimik tertarik sekali.
“Bajumu kok bagus sekali, ‘Nda!” katanya.
Mbah Hamid mesem lalu masuk ke kamar. Baju yang dipakai itu dilepas dan dibungkus untuk diberikan kepada Kiyai Bisri. Walaupun tanpa amplop, Kiyai Bisri puas membawa pulang baju itu.
Beberapa waktu kemudian, Kiyai Bisri memanggil Pak Kusnan, seorang santri kalong yang kaya, tinggal di Jepon, Blora. Pak Kusnan itu santri yang patuh sekali. Apa pun kata kiyai, ia turuti.
“Kamu mau beli baju ini, Kang?” Mbah Bisri menunjukkan baju pemberian Mbah Hamid.
“Nggih”.
“Wani piro?”
“Saya bawa 30 ribu”.
“Ya sudah sini. Nih… pakai sekarang!”
Pak Kusnan menyerahkan uang dan langsung memakai baju itu.
“Sekarang, ayo ikut aku!”
Mbah Bisri membawa Pak Kusnan ke Pasuruan menemui Mbah Hamid.
“Bajumu kok bagus sekali, Kang?” Mbah Hamid menyapa Pak Kusnan –Mbah Bisri berlagak tak punya urusan, “berapa harganya?”
“30 ribu”.
Mbah Hamid pun langsung menoleh kepada Kiyai Bisri,
“Susuk limang ewu, ‘Nda!” katanya.
(Kembali 5 ribu, ‘Nda!).
2. Terong Gosong
Kebanyakan suwuk (doa mantera) diterapkan dengan air: kyai membaca doa kemudian ditiupkan ke air. Air suwuk itulah yang nantinya menjadi sráná (sarana) bagi yang membutuhkan, misalnya dengan meminumnya atau mengoleskannya ke bagian tubuh tertentu sebagai ikhtiar pengobatan —ingat air yang dicelupi batu ajaibnya Ponari!
Memasuki halaman kediaman Mbah Kyai Abdul Hamid Pasuruan rahimahullah pada suatu sore, Kyai Bisri Mustofa Rembang —Allah yarham— mendapati seorang santri sedang menyirami halaman itu dengan air dari selang untuk menekan debu agar tak berterbangan.
“Sungguh sayang”, gumam Mbah Bisri, “sráná kok dibuang-buang…”
Pintu rumah Mbah Hamid tertutup. Sejumlah orang yang punya hajat hendak sowan, menunggu dengan khusyuk di sekitarnya.
Tanpa sungkan-sungkan, Mbah Bisri meneriakkan salam,
“Assalaamu’alaikum!”
Tak ada jawaban. Orang-orang ngeri melihat kekurangajaran Mbah Bisri, tapi ragu-ragu untuk menegur. Mungkin mereka pikir, kalau usaha Mbah Bisri ada hasilnya, mereka akan ikut untung juga…
“Assalaamu’alaikooom!” teriakan Mbah Bisri lebih keras lagi. Tetap tak dijawab.
Santri yang menyirami halamanlah yang kemudian menegur,
“Maaf, Pak”, katanya, “Mbah Yai sedang istirahat!”
Tak menanggapi teguran si santri, Mbah Bisri malah semakin meninggikan suaranya dengan nada yang nelangsa,
“Yaa Allah Gustiiii….!” ratapnya, “beginilah nasib manusia kotor macam aku ini… mau sowan wali saja kok nggak ditemuiii…!”
Suara berdehem dari dalam, disusul Mbah Hamid membuka pintu.
“Jangan begitu lah, Nda…,” tegur beliau, “sampeyan ini kok mêsthi yang ênggak- ênggak saja…”
”Nda” adalah sapaan akrab antar teman. Beliau berdua memang sama-sama santrinya Mbah Kyai Kholil Harun rahimahullah di Kasingan, Rembang.
Orang-orang —yang sejak lama menunggu— berebut menciumi tangan Mbah Hamid dengan riang-gembira, dan mereka semua dipersilahkan masuk. Tak ada yang ingat untuk mengucapkan terimakasih atas “jasa” Mbah Bisri.
Di ruang tamu, Mbah Bisri pun menyampaikan hajatnya.
“Begini, Nda”, katanya, “sampeyan ‘kan ngerti, aku ini muballigh…”
“Hm…”
“Lha… aku ini belum punya mobil”, Mbah Bisri melanjutkan, “kalau terus-terusan kesana-kemari naik bis umum ‘kan bisa jatuh wibawaku…!”
Mbah Hamid manggut-manggut.
“Terus… maksudmu gimana?” beliau bertanya.
“Yaah… sampeyan yang dekat dengan Pêngéran, mbok sampeyan mintakan mobil buat aku!”
Mbah Hamid tersenyum.
“Ya sudah… ayo…”, beliau mengajak semua orang, “’alaa niyyati Kyai Bisri… al faatihah!” Kemudian menadahkan tangan membacakan doa, diamini yang lainnya.
Begitu doa selesai dibaca, Mbah Bisri langsung menyerobot,
“Mereknya apa, Nda?”
Tak lama sesudah didoakan Mbah Hamid, Mbah Bisri memperoleh uang min ĥaitsu laa yaĥtasib yang cukup untuk membeli mobil. Gus Mus, yang diperintah mencari mobil untuk dibeli, mengubek dari Jakarta sampai Surabaya, dan tidak menemukan mobil ditawarkan orang kecuali merek Fiat atau Holden. Akhirnya diperoleh mobil sedan Holden keluaran 1968.

Sumber :
Jamal Ghofir, Biografi Singkat Ulama Ahlusunnah Wal Jama’ah Pendiri dan Penggerak NU (Yogyakarta: GP Ansor Tuban, 2012).
KH. A. Aziz Masyhuri, Kiai 99 Kharismatik Indonesia: Biografi, Perjuangan, Ajaran, dan Doa-Doa Ulama yang Diwariskan, (Jombang: Pustaka Anda Jombang, 2010).
Buku Cerminan Pesantren
Buku (AULA Juni 2010)
Cerita Gus Mus
http://robbul-wali.blogspot.com/2012/09/kh-bisri-syamsuri.html.
http://id.wikipedia.org/wiki/Bisri_Syansuri

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html